Akhirnya lagu terdengar. Rasanya sudah lama sekali, untungnya saya
masih ingat liriknya. Menambah rasa manis di hari itu juga hadirnya kue. Kue ulang tahun yang ‘wajar’ karena tahun
lalu kue ulang tahun yang saya dapatkan berupa chocopie yang ditumpuk dengan
lilin di atasnya. Tapi tetap spesial.
Malaysia, 29 Oktober 2018. Tak
pernah terpikirkan berkumpul dengan orang-orang yang berbeda di hari ulang
tahun saya. Jujur, biasanya dia lagi dia
lagi, haha, tapi saya enggak pernah
bosen. Hari itu saya seperti mendapatkan keluarga baru, lebih dari sekedar
kado dan kejutan ulang tahun.
Sambil memotong kue, pikiran ini
melayang jauh ke rumah di Depok. “Nyokap
lagi apa ya....”, meskipun tadi pagi beliau sudah WA mengucapkan doa dan
harapannya, yang belum bisa sepenuhnya saya aminkan, soal jodoh terutama. Suasanan baru namun hati ini ingin rasa yang
dulu. Seketika juga saya kangen
cokelat silverqueen yang selalu dibawa nyokap sepulang kerja, kangen diajak ke
nonton film India di bioskop, dan kangen diajak makan McD.
Rasa kangen itu berangsur hilang,
terlelap malam, dan tertelan. Sampailah saya di rumah, di Depok, dan hal-hal
yang saya bayangkan 3 hari lalu tak muncul lagi. Saya rasa, saya mati rasa. Masuk
pintu rumah, setor muka, masuk kamar. Saya lupa sejak kapan hal itu
terjadi, mungkin saat SMP, atau bahkan saat SD, karena ayah saya sudah
meninggal sejak saya kecil dan saya diurus oleh nenek saya. Nyokap sibuk
bekerja, namun yang saya suka beliau selalu punya waktu untuk saya, dulu, menanyakan “mau makan apa?”, bahkan hingga saat ini meskipun medianya berubah,
semula langsung bersuara sekarang via tulisan di WA.
Andai bisa mengulang masa kecil, saya
ingin sekali tak jauh dari beliau, ingin lebih dekat agar lebih paham apa yang
beliau inginkan saat ini. Saya rasa
beliau juga menginginkan hal ini. Saya percaya semua orang punya kebahagiaannya
sendiri, saya lihat beliau bahagia ketika memamerkan foto-foto di status WA-nya,
dan saya pun terlihat bahagia di instagram. Terlihat tak ada yang salah, hanya
kita saja yang tak menyadari kalau hubungan ibu dan anak yang kami jalani
memasuki era yang berbeda, yang di kenal dengan sebutan Keluarga 4.0.
Making Indonesia Family 4.0
Sebenarnya, mau enggak mau kita harus
terima dan siap memasuki Indonesia 4.0, di mana dalam pertumbuhannya selalu
diiringi dengan perkembangan teknologi. Sistem yang ada di dalamnya bukan soal
4 orang dalam keluarga melainkan banyaknya informasi yang masuk di jaringan
tersebut. Perkembangan industri 4.0 jelas mengubah hubungan orang tua dan anak,
namun menurut Dr.dr M. Yani, M. Kes, PKK selaku Deputi Bidang Keluarga
Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN yang saya temui pada diskusi tentang Pembangunan Keluarga di Era Industri 4.0
beberapa waktu lalu bahwa “Pembangunan keluarga tak boleh terlupakan karena
punya peran yang penting”.
Caranya? Pasti kita bertanya-tanya, karena zaman sekarang susah
sekali mengumpulkan anggota keluarga, selain hari-hari besar. Itupun harus dibooking dulu kali, haha. "Waktunya
tidak banyak, namun berkualitas",
itu kuncinya, menyediakan waktu untuk saling berbincang. Hal ini semakin
diperjelas oleh Ibu Roslina Verauli, seorang Psikolog, "Keluarga artinya berada
dalam satu atap”, untuk itu perlu adanya interaksi di bawah atap
tersebut.
Keluarga adalah sistem sosial yang
pertama kali dirasakan anak, atau pertama
kali kita rasakan, di dalam keluarga kita tak hanya tumbuh, tapi juga dipengaruhi
dalam membangun pondasi tumbuh kembang, pola pikir hingga tindakan-tindakan. Kembali ke meja makan, adalah solusi yang
diberikan oleh Ibu Roslina. “Harus ada arus informasi yang baik, tapi
kapan? Bagaimana? Yaitu saat kembali ke meja makan”,
ujarnya.
Saya rasa sudah banyak dari kita
yang meninggalkan berkumpul di meja makan. Bahkan makan saja tak tentu waktunya
kapan, saya merasakan kalau di rumah
perut ini tak tentu laparnya kapan, dan kalau lapar saya langsung menuju ke
dapur. JANGAN DITIRU. Karena
melewatkan makan bersama di meja makan, atau melewatkan waktu-waktu bersama
keluarga artinya membuang waktu berharga untuk belajar banyak hal dan lebih
mengenal anggota keluarga. Karena suatu
saat, kita harus tahu ke mana kita pulang.
Waktu
bersama keluarga artinya membangun kembali ikatan emosional, bahkan ada beberapa teman saya yang punya group
keluarga di WA, kalian punya tidak? Jika iya,
maka kalian sangat beruntung, dan siap memasuki keluarga 4.0, dengan pemanfaatan
internet yang sangat bijak.
#revolusikeluarga4
#keluargaindustri4
Duuuhhhh Ris, aku baca gini mendadak kangennya sama ibu mertua. Lama ga nelepon. Tapi terakhir nelepon ibu bilang: "ga pa-pa sekarang jarang di telp juga ibu tenang karena liat wa story dian ibu udah senang."
ReplyDeletegitu kali ya era industri 4.0 itu? Padahal biasanya 2 minggu ga ngasih kabar udah diteleponin aku
Nggak harus, masuk dalam teknologinya iya. Kita jangan masuk dan nggak bisa keluarga tapi industri 4.0 yang kita bisa kendalikan dalam keluarga yang terpenting.
ReplyDeleteKatanya, gadget menjauhkan yg deket dan menjauhkan yg deket. Dan tetep ya ris, komunikasi verbal lebih ada gregetnya dibanding komunikasi via chatt
ReplyDeleteGara2 gadget kadang akutuh kalo lagi asik nonton suka negor suamiku yang 1 rumah pakai whatsapp guhu
ReplyDeleteAh, benar-benar sudah berubah pola interaksinya. Semoga kedekatan emosionalnya tdk terpengaruh.
ReplyDeleteKereeeeeeeeeen. Tulisannya sangat menggugah hatiku yang selalu merindukan keluarga.
ReplyDeleteJawabannya harus dong, mau gimana pun kan kita sudah mengikuti perkembangan teknologi. Nah sama dengan keluarga kita harus melakukan pembangunan keluarga lebih harmonis dan bahagia.
ReplyDeletegadget selalu bikin kita autis sibuk masing2 walaupun dalam satu rumah, sudah waktunya kembali ke meja makan
ReplyDeleteNyerahin gue kalau suami & anak udah pada pegang gadget. Kadang suka cari cara biar mereka ga fokus ke gadget aja. Kadang gue bikin aturan nih kalau malam jam 7 sampe 9 itu waktunya ga pegang gadget. Mau ada yg nelpon / SMS/wa bodoh amat harus silent. Waktu buat keluarga ngumpul. Hehehe
ReplyDeleteWah bujangan seperti kamu udah pinter nih berbagi tips membangun keluarga. Beruntung dong ya yg jd calon istrinya nanti
ReplyDeletekeluarga ideal adalah keluarga yang ikut berubah tapi berubah menuju kebaikan ya
ReplyDeleteAda dong grup wa, dan sekarang berasa jadi punya keluarga banyak, pokoknya siap deh menghadapi induatri 4.0
ReplyDeleteWah aris di depok rumahnya, dekat rumahku di cibinong dong, ooh iya keluargaku dan keluarga besarku punya grup wa, kemarin baru ketemuan keluarga garut dan bandung, belum ketemuan keluarga ponorogo tapinya, kalau di semarang keluargaku adalah teman blogger dan tetangga :)
ReplyDeleteAris udh pinter banget nih.... seperti kalau membangun keluarga akan bahagia, soalnya kepala keluarga nya sudah banyak ilmu yang positif di era industri 4.0
ReplyDeleteAku suka kangen moment makan bareng keluarga (Ayah, Ibu, Adik) di rumah. Tapi paling kalau sekarang jarang-jarang, pas balik aja ke rumah waktu liburan. Hikss...jadi melow
ReplyDeletekadang grup wa keluarga ada dramanya ya, sindir-sindiran, ledek-ledekan, tapi itulah seninya berkeluarga, daripada diam-diam aja, kayak orang asing, hihi..
ReplyDeleteIya ya ternyata grup wa keluarga bagus juga buat komunikasi seluruh keluarga walau LBH menyenangkan jika tatap muka langsung
ReplyDeleteSana gih peluk nyokap. Mumpung masih dekat dan ketemu tiap hari. So, makin siap dong ya menghadapi revolusi industri 4.0?
ReplyDeleteTerkadang emang sih teknologi itu menjauhkan yg dekat dan mendekatkan yg jauh tp klo utk menjalani hubungan rmh tangga hrs bisa diselaraskan krn dunia nyata dan maya. Hrs ada waktu kumpul dan interaksi dua arah spy bonding kel tetap kuat dan terjaga
ReplyDelete