Terliar adalah berpikir kalau Mas
Anang akan menyambut kedatangan saya pagi itu. Jujur, tak banyak yang saya
ketahui tentang daerah ini.
Hanya soal
kota kelahiran Anang Hermasyah dan sepintas soal Jember Fashion Carnival, c
etek banget!. Enggak terpikirkan pula
bisa merasakan atmosfer Jember di hari itu, yang nyatanya 3 hari saja tak cukup
namun 15 jam duduk di kereta sudah lebih dari cukup. 3 hari begitu menyenangkan
dan berhasil membuat kancing celana lepas. Dan 3 hari bersama
Blogger
Jember Sueger yang membuat saya lebih mengenal Jember.
Bangun tidur, tidur lagi. Ini adalah
perjalanan paling lama yang saya tempuh menggunakan kereta, 12 jam! Entah berapa kali saya terlelap dan bangun
mendadak, belum sampai juga. Dan
ketika sampai, ternyata belum sebenarnya sampai. 12 jam adalah waktu tempuh
dari Jakarta menuju Surabaya, dan harus mempertemukan bokong ini kembali dengan
kursi kereta selama 3 jam untuk sampai di Jember. 15 jam perjalanan menggunakan
kereta akhirnya saya sampai di kota kelahiran Mas Anang. Rasanya ingin langsung nyanyi biar dapet golden ticket, haha.
31 Agustus 2018. Aroma yang sama setiap kali berkunjung ke tempat
baru. Rasa lelah yang enggak mau hilang,
tapi semangat menjelajah juga enggak mau kalah, dan jangan lupakan rasa lapar yang ingin dimengerti. Sueger Camp 2018 membawa saya ke Warung Nasi Gudeg Jember Lumintu
sebagai ucapan selamat datang.
Warung Nasi Lumintu? Wajib Coba Kalau Ke Jember!
Lokasinya yang ‘agak’ masuk
daerah pemukiman membuat saya bingung.
Bagaimana
bisa warung nasi ini begitu ramai, bahkan di pagi hari, dan kalau siang antri
panjang kata beberapa orang asli Jember. Berada di Jalan Kertanegara No.
33,
bagaimana
saya sampai di sana? Cukup naik transportasi online saja! Di Jember sudah
tersedia, ternyata warung nasi ini sudah berdiri sejak tahun 1980-an
dengan
menu andalan nasi gudeg pecel.
|
Wajib coba! |
Memadukan manisnya gudeg dengan
pedasnya pecel adalah jurus yang pintar untuk dunia kuliner.
Jadi, sudah tahu dong kalau ke sini pesan
apa? Yap! Nasi Gudeg Pecel, yang bisa ditambahkan dengan ayam, telur, jeroan,
dan teman-temannya. Rasa khas Jawa Tengah dan Jawa Timur yang bisa saya
nikmati dalam satu piring, dengan porsi yang cukup banyak, dan dijamin membuat
perut ini kenyang. Atau, setidaknya saya bisa tidur dengan nyenyak saat sampai
hotel nanti.
|
Kenyang! |
Hotel Lestari, Di Sinilah Semua Dimulai!
Begitu banyak masjid, pemandangan
yang saya lihat dari kaca mobil. Hal paling berbeda yang saya rasakan saat
menyusuri jalan raya di Jember.
Maklum,
di Jakarta banyaknya gedung tinggi, dan pemandangan di kereta sawah-sawah
doang, apalagi waktu malam, tahu dong apa yang bisa saya lihat.
Sampailah saya dan peserta Sueger
Camp 2018 lainnya di Hotel Lestari. Tepatnya di Jalan Gajah Mada No. 233.
Lokasinya dekat dengan Masjid Roudhotul
Muchlisin, salah satu masjid yang wajib ditengok kalau melewati Jalan Gajah
Mada, satu hal yang unik selain warna
dan gaya arsitektur masjid ini adalah ketersediaan WiFi, gratis untuk mencari ilmu dan informasi
dunia dan akherat kalau kata spanduk yang ada di gerbangnya.
Hotel Lestari merupakan salah
satu hotel tertua di Jember. Tapi fasilitas dari hotel ini tak tua seperti
umurnya, terbilang lengkap untuk range
harga 200k. AC, kipas angin, TV, water heater, WiFi, dan room service lainnya
hadir di hotel ini. Lokasinya juga
terbilang strategis, 1 KM dari hotel saya sudah bisa nonton film Wiro
Sableng di Cinemaxx Lippo Plaza Jember, hanya 3 KM menuju Stasiun Jember dan 2
KM dari Alun-alun kota. Di sekitar hotel juga banyak tukang jajanan, dan tak
lupa Supermarket yang buka 24 jam!
Sueger Camp 2018 - Main Ke Kebun Tembakau!
Jujur, Hari pertama Sueger Camp
2018 sangat tak terasa!
Nyampe, makan,
tidur, nonton, makan lagi, tidur lagi, dan sampailah di hari yang kedua.
Beruntung bisa bangun pagi! Suasana Hotel Lestari benar-benar ‘lestari’, untuk
kesekian kalinya saya merasa bernafas dengan sadar di tengah suasana hijau
sebuah hotel.
Tujuan pertama untuk melanjutkan keseruan di Sueger Camp 2018 adalah
Kebun Tembakau. Kok? Iya! Kalian tahu
enggak sih kalau Jember adalah salah satu daerah penghasil tembakau terbaik di
dunia. Saya pribadi baru tahu akan hal itu, dan alasan yang tepat untuk semakin
kepo dengan bahan dasar cerutu ini.
Kebun tembakau yang dikelola oleh
Koperasi Agribisnis Taruna Nusantara (TTN) menjadi jawaban atas ke-kepo-an saya
kala itu.
Tiba di lokasi, langsung kaget
kalau ternyata tanaman tembakau bisa tumbuh hingga 3 meter, dan proses panennya
pun unik, dipetik mulai dari daun yang berada di bawah dengan penilaian yang
sangat detail.
Jelek dikit enggak
dipetik, hiks.
|
Penampakan daun tembakau, mungkin ada yang belum tahu... |
Berkunjung ke kebun tembakau
siang itu membuat pikiran saya melayang
jauh memutar waktu, Kembali ke saat saya sedang di Vietnam, dan tertarik
mengikuti paket wisata lokalnya, seperti menanam padi hingga membuat masakan
khas daerah setempat. Saya melihat potensi yang sama, kebun tembakau yang
begitu tertata rapih yang bisa dijadikan wisata unik. Oh iya, tak perlu jauh-jauh ke Vietnam deh, seperti Tegalalang di Bali
saja.
Sedari awal masuk ke kebun saya sudah merasakan betapa ramahnya para
pekerja yang ada di sana, dan betapa instagramablenya
kebun yang ditutupi kelambu untuk menjaga intensitas cahaya yang masuk ke
kebun.
Topi khas Pak Tani, caping, juga
disediakan untuk kita berfoto-foto, dan sekedar tips, pakailah baju yang warnanya cerah dan jangan hijau agar
semakin bagus di foto. Di sana, kita juga bisa melihat secara langsung
proses pemetikan,
yang saya bilang unik
tadi, bahkan bisa ikut mencoba memetiknya loh....
|
Before - After dipetik ceritanya |
Setelah dipetik, daun tembakau
akan dikumpulkan dan langsung dibawa ke gudang pengeringan.
Untuk apa? Ya, dikeringkan dong.
Dan di sinilah, kita akan melihat
wanita-wanita tangguh yang membuat saya merasa ‘lemah, hina, kotor, jijik, jangan sentuh aku’ seketika.
Awal memasuki gudang pengering saya
merasa bodoh dan tertipu.
“Apalah, kosong
dan gelap”, mata ini menjelajah tanpa hasil, hanya hidung yang bekerja
dengan sangat baik mencium aroma yang tak biasa.
“Emm, wanginya mulai terasa nih, aroma tembakau gitu”, kata saya.
Ternyata saya salah arah, yang benar adalah
menoleh ke atas, dan....
eing ing
eng... daun-daun tembakau kering sudah bergelatungan bak kelelawar yang
siap menyerang saya, jika jatuh.
Bagaimana daun-daun tersebut bisa di sana? Tentu ada yang naikin,
kalian harus melihat bagaimana prosesnya. Jadi, setelah daun dipanen/dipetik
dari kebun tembakau tadi, daun tersebut masuk ke dalam proses pemilahan, di
mana daun tembakau akan dicek sekali lagi. Kemudian daun ‘ditusuk-tusuk’ dengan
jarum pintal (sepertinya) ke tali, disujen kalau tak salah namanya, satu tali
terdiri dari 35 lembar, yang kemudian akan digantung untuk dikeringkan selama
20 hari. Setelah kering, daun tersebut diturunkan dan diikat, kemudian
dipacking kembali untuk dikirimkan ke pabrik/gudang pengolaan.
|
Pemilahan tahap awal setelah dipanen |
|
Disujen, ditusuk-tusuk gitu |
Tak jauh, rasanya tak ada macet
di awal perjalanan Sueger Camp 2018 siang itu. Yang ada hanya keringat.
Badanku menjadi salah satu yang paling
berkeringat, enggak bisa diem, karena terlalu banyak spot menarik untuk foto di
area perkebunan tembakau tadi. Dan sampailah saya dan rombongan di gudang
pengolaan.
|
Kemudian dinaikan agar kering |
|
Daun yang sudah kering, setelah 20 hari |
|
Diturunkan, dan siap dikirim ke gudang pengolaan |
Tembakau yang sudah diturunkan
dikirim ke gudang pengola atau pabrik pengolaan yang memiliki hampir 850
karyawan. Daun tersebut memasuki proses saring romposan,
disaring lagi, dipilah untuk membedakan tembakau yang baik dan jelek
berdasarkan warna dan unsur lainnya. Kemudian ditimbang, dan masuk ke
proses berikutnya, yaitu proses fermentasi yang disusun sedemikian rupa agar ‘kering
banget’ dengan bantuan tekanan dan panas selama 2 bulan.
Pada proses ini, wanginya lebih harum dari wangi di gudang pengering,
sumpah!
|
Dilakukan pemilahan kembali |
|
Disusun, ditekan, sehingga suhu berubah menjadi panas dengan sendirinya, proses fermentasi |
Butuh waktu 2 tahun untuk
menghasilkan daun tembakau dengan kualitas baik. Dan butuh 340 kali sentuhan
tangan untuk menghasilkan satu cerutu! Lalu, bagaimana cerutu itu dibuat? Soon!
Hanya di riyardiarisman.com
Keren!
ReplyDeleteJuara
Makasih yooo sudah berkunjung...
Deleteaku orang jember,baru tau proses ngolah daun tembakau setelah baca artikel ini haha. good job bang!
ReplyDeleteMakasih...
Deletewah, asik dong bisa main-amin langsung ke kebun tembakau
yuhuu.. ternyata bisa jadi destinasi wisata keren yaa.. kebun tembakau ini..
ReplyDeleteBisa banget, bahkan unik dan punya daya tarik tersendiri
DeleteAsyik juga... Konsep Agrowisata Tembakau nya #MasukPakEko
ReplyDeleteIya, seru banget!
DeleteKeren as always poto2 narsisnya, Ris! Ga perlu jauh2 ke Vietnam, kearifàn lokal masi kentel bgt kan di Jember~
ReplyDeleteYap, bener banget, Mba. Aku bangga banget main ke Jember... hehehe
DeleteHahahaa, Aris Juara narsisnya, sukaaa..
ReplyDeleteBtw, emang unik banget tuh berwisata ke kebun tembakau,aku aja baru pertama kalinya nih, masih belom move on, wangi tembakaunya itu loh..
Makasih sudah berkunjunga... hehehe
Delete