Saya berusaha melihat sisi
baiknya, menjadi objek wisata baru yang dimiliki Yogyakarta. Merapi Lava Tour, banyak orang mengenalnya.
Tapi ternyata tak semudah yang dibayangkan. Februari 2017, saya seperti ditantang
untuk kembali melihat kejadian aslinya. ‘Cara
mainnya memang gitu’, kita menaiki mobil jeep dan menelusuri kawasan yang terkena
dampak erupsi gunung merapi di 2010 lalu. Awalnya menyenangkan, tapi
semakin menelusuri jalan bergejolak, masa lalu semakin buas menampakan dirinya.
Entah apa yang akan saya lakukan jika berada di lokasi kejadian saat bencana
melanda, berteriak, lari, bersembunyi, atau mungkin pasrah disertai doa.
Kalian tahu film Indonesia berjudul ‘Bangkit’
yang disutradarai Rako
Prijanto pada 2016 lalu? Sebagai film
bertemakan bencana pertama di Indonesia, saya merasa film ini wajib banget buat
disaksikan. Saya merasa dengan adanya film ini, tanah air punya level baru
untuk film-film dalam penggunaan efek CGI, bisa
dibilang ‘pembuka’ malahan, sehingga film lebih terasa nyata dan menarik.
Film ini juga yang membuat saya merasakan simulasi bencana, meskipun hanya
melalui mata dan di dalam pikiran saja. Saya
sering jadi korban film, dan saya
sadar akan hal itu. Karena film Bangkit saya jadi penasaran dan ingin
sekali melihat suasana after bencana,dan
Merapi Lava Tour adalah pilihan yang
tepat.
Seru dan menyedihkan. Dengan menaiki mobil jeep, teriakan pengunjung
terdengar membahagiakan. Kesalahan saya
adalah membandingkan dengan teriakan sebenarnya, yang saya sendiri tak tahu
kejadian aslinya bagaimana, halusinasi mulai menguasai saya kala itu. Dan di sini pula saya merasa beruntung
menjadi korban film, berusaha semirip mungkin dengan Vino G Bastian yang paniknya
cool di film Bangkit, haha. Okay,
mari kita lupakan dan saatnya kembali ke realita! Kalian pernah gak sih merasakan simulasi bencana?
Pertama Kali Ikutan Simulasi Bencana!
“Kunci penyelamatan adalah tidak
panik. Ini yang harus dilakukan”,
wejangan itu terdengar, jelas sekali terdengar dengan nada tenang, mungkinkah Vino yang datang menyelamatkan
saya? Yaelah, tentu tidak, karena ini bukan lagi di film. Sirine masih
berbunyi, bahkan semakin drama dengan teriakan di mana-mana. Yang pertama kita lakukan adalah ngumpet,
nunduk, atau bersembunyi melindungi diri di bawah benda berat seperti meja atau
semacamnya, dengan melindungi kepala dan tengkuk. Langkah awal terdengar mudah, kuncinya tetap tenang dan jangan panik.
Berlindung, lindungi kepala dan tengkuk, kemudian pilih dan ikuti jalur evakuasi |
Pertama kali main ke Gedung Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) saya langsung masuk ke dalam kepanikan
luar biasa yang unik. Simulasi bencana
yang tak pernah saya bayangkan. Simulasi
‘Kesiapsiagaan Bencana’ bersama orang-orang tuli. Pernah gak sih kalian berpikir bagaimana mereka mendengar bunyi sirine?
Teriakan?
Sirine adalah tanda utama, tapi permasalahannya
adalah kaum tuli tidak bisa mendengarnya,untuk itu BNPB mengajarkan mereka untuk melihat lampu
dengan alarm yang menyala, lampunya
seperti di mobil-mobil polisi gitu, tapi yang ini warnanya merah. Langkah yang
dilakukan tentu sama, berlindung dan jangan panik, kemudian kita ikuti arahan
seseorang atau inisiatif (ketika suasana mulai terasa aman) menuju tangga
darurat.
Gempa bumi adalah simulasi yang
dipilih hari itu, tapi biasanya setelah gempa bumi pasti dilanjutkan dengan
bencana lainnya seperti kebakaran. Jika kebakaran melanda, jangan panik,
perhatikan sekitar kemudian lihat sumber api dan jauhkan, bergerak dan menuju
ke tempat yang lebih aman dengan merangkak (jangan berdiri karena banyak asap
yang nantinya merusak saluran pernafasan kita) dan kalau bisa tutup hidup kita
dengan kain yang sudah dibasahi.
Simulasi bencana bersama kaum tuli membuka mata saya kalau semua orang
bisa menjadi tuli seketika ketika ada bencana. Tuli sebenarnya bisa terjadi karena mendengar suara keras, dan merusak
pendengaran. Dan tuli ‘sebenarnya’ ketika kita tak peduli dengan orang sekitar
dan egois menyelamatkan diri sendiri. Tak salah, karena menyelamatkan diri
sendiri terlebih dahulu juga merupakan langkah siap menghadapi bencana, tapi
itu tergantung pilihan kita. Kalau saya mungkin akan membantu orang sekitar
terlebih dahulu, seperti di pemeran baik hati di film-film, haha (maklum, korban film)
Sanbil mengevakuasi diri, jangan lupa tetap lindungi kepala ya... |
“Orang tuli sebenarnya butuh early warning, misalnya melalui SMS atau
running teks di TV”, kata perwakilan dari mereka yang hadir kala itu. BNPB
dalam menyigapi permasalahan ini juga telah memikirkan dan akan menghadirkan
solusi baru, yaitu dengan membuat satu aplikasi untuk untuk menerjemahkan
bahasa-bahasa sirine/peringatan dini agar mudah dimengerti kaum tuli. Good job! Selanjutnya, kita sebagai
individu harus mengerti dan dapat mnyelamatkan diri sendiri dulu, kita harus
tahu cara menyelamatkan diri terlebih dahulu, di manapun berada.
Hari Kesiapsiagaan Bencana 2018
Sebenarnya, tak hanya gedung BNPB
saja yang melakukan simulasi bencana hari itu. Banyak gedung, bahkan Mall juga ikutan panik-panikan, hehe. Ngapain
sih mereka? Jadi, tanggal 26 April 2018
telah ditetapkan sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) di Indonesia,
setalah tahun lalu hanya menjadi ‘gerakan biasa’ saja, dan tahun ini menjadi
yang pertama kali dan seterusnya wajib dilakukan oleh semua pihak. Kenapa? Karena penanggulangan bencana itu
sebenarnya sudah menjadi urusan bersama. Harus ada kolaborasi yang solid, dan
terlatih untuk setiap individu.
Kesiapsiagaan para petugas terkait |
Yang membahagiakan adalah ketika
saya tahu kalau di 2018, 30 juta orang telah berpartisipasi dalam kegiatan ini,
dan ini meningkat dari tahun lalau yang hanya 10 juta. Artinya, kesadaran
masyarakat terhadap adanya ancaman bencana semakin meningkat secara signifikan,
dan keinginan masyarakat selamat dari bencana juga meningkat. Ini merupakan
potensi yang baik, meskipun di Jakarta sendiri jarang gempa, tapi gak ada salahnya dong sedia payung
sebelum hujan, kalau nanti film Bangkit kejadian gimana?
Hari Kesiapsiagaan Bencana ini tentunya bertujuan sangat baik, menciptakan
budaya sadar bencana yang harus dibangun secara terus-menerus dalam rangka
mewujudkan bangsa Indonesia yang tangguh menghadapi bencana. Dan melalui
hari ini juga, saya melihat secara langsung gimana ribetnya petugas kebakaran
dan penaggulangan bencana bekerja.
Mengapa
tanggal 26 April? Tanggal
tersebut dipilih sesuai dengan UU No. 24 Tahun 2007
tentang penaggulangan bencana. Tagline Siap
untuk Selamat! Dipilih sebagai pelengkap tema Siaga Bencana Dimulai dari Diri Kita, Keluarga, dan Komunitas, yang
secara tidak langsung mengajak semua pihak untuk terlibat dalam kesiapsiagaan bencana.
Bekumpul di titik aman, adalah hal wajib yang kita lakukan setelah keluar dari gedung ketika bencana |
Pengetahuan untuk menyelamatkan diri saat bencana sangat penting untuk diketahui anggota keluarga tetdekat ya dan Saat bencana datang jangan panik , hal tersebut dapat meminimalisir korban harta,benda dan nyawa
ReplyDeleteYap, bener banget mba...
Delete