Gokil! Parah! Rasa bangga yang sebelumnya turun dari level 8 (setelah
pulang dari Labuan Bajo) ke 6, kemudian naik lagi ke level 9 karena ngeliat
secara langsung betapa kayanya Indonesia di persembahan Opening Ceremony Asian
Games 2018, kemarin. Dan naik lagi pas ngedit vlog, terus naik lagi pas ngeliat
siaran ulangnya di Youtube. Damn! I Love Indonesia.
Akhirnya hari ini datang, menunggu memang hal menyebalkan, ditambah
banyak kabar berdatangan tentang perayaan akbar pembukaan Pesta Olahraga
Terbesar di Asia, Asian Games 2018, ini. Bakal
spektakuler banget, katanya. Setelah 56 tahun, akhirnya Indonesia kembali
menjadi tuan rumah. Ada drama? Tentu, dan mungkin beberapa dari kalian tak tahu. Dan, ini cerita pengalaman saya ikut Torch Relay Asian Games 2018, menuju Oppening Ceremony, bersama Bank Mandiri.
Dalam penyelenggraannya, Asian
Games selalu memiliki 3 negara kandidat untuk menjadi tuan rumah. Dan menyambut Asian Games ke 18,
terpilihkan Vietnam, Uni Emirat Arab, dan Indonesia. Namun bukan Jakarta
atau Palembang yang berada di balik Indonesia, melainkan Surabaya. Pemungutan
suara untuk menentukan tuan rumah pun di mulai, namun ternyata Uni Emirat Arab
mengundurkan diri (gagal dalam memenuhi syarat administrasi), tinggal Vietnam
yang mendapatkan 29 suara untuk Hanio dan Indonesia dengan 19 suara untuk
Surabaya. So, kalian pasti tahu dong
siapa yang menang.
17 April 2014 negara yang
berhasil merefresh otak saya selama
seminggu itu mengibarkan bendera putih, mengundurkan diri, karena persiapan
yang belum matang dan kondisi ekonomi yang sedang memburuk. Indonesia maju, dan
menyatakan diri siap menjadi tuan rumah Asian Games yang ke 18. Rasa bangga saya muncul, tumbuh sektika
ketika tahu akan hal ini. Selain
membuat acara ini terwujud, juga menjadi ajang pembuktian Indonesia masih tetap
Macan Asia. Amin.
Normalmya, persiapan ajang
olahraga terbesar di Asia ini adalah 6 tahun, namun Indonesia hanya memiliki
waktu 4 tahun untuk mensukseskan acara ini, dan sejauh tulisan ini dibuat saya
semakin yakin tanggal 2 September 2018 hanyalah penutupan secara simbolis saja,
di ingatan dunia acara ini akan selalu terbuka untuk diingat. Lantas mengapa jadi Jakarta dan Palembang?
Bukan Surabaya? Surabaya memutuskan untuk fokus menjadi tuan rumah Asian
Youth Games 2021.
Torch Relay Jakarta! ‘Pemanasan’ Saya Untuk Pembukaan!
Peristiwa yang sudah jarang terjadi, maksudnya khusus buat saya, jam 8 pagi sudah melek, bahkan siap berlari di dunia nyata, karena biasanya masih terjebak di alam mimpi, haha. Tepatnya di Menara Mandiri II, Jalan Sudirman, Jakarta, saya berada di tengah kerumunan orang yang siap menyambut datangnya Obor Asian Games 2018, yang mungkin kalau bisa ngomong dia akan bilang “Lelah” karena sudah keliling Indonesia. Pisss, becanda. Tapi nyatanya tidak, tetap berkobar menyebarkan virus semangat, dan berhasil sampai kepada saya.
Kalian tahu enggak sih api di
obor tersebut dari mana? Yap
bener banget! dari India, New Delhi tepatnya, sebagai tuan rumah pertama Asian
Games di tahun 1951. Api Abadi sebutannya karena api tersebut dihasilkan
dari cermin parabola yang dipantulkan langsung ke matahari. 17 Juli 2018 Api
tersebut kemudian diterbangkan ke negara tuan rumah acara menggunakan alat yang
bernama Tinder Box, sehari setelahnya sampailah di Indonesia. Candi Prambanan,
Jawa Tengah dengan bangga menjadi tempat Api Abadi berlabuh, dan
menggabungkannya dengan Api dari Mrapen (yang
biasa digunakan pas Waisak, kalau saya tak salah), barulah hasil perpaduan
api tersebut yang siap diestafet ke seluruh Indonesia, dan berakhir di Gelora
Bung Karno.
Mengunjungi tempat pertamanya,
Stadion Sriwedari, Yogyakarta kemudian api tersebut melaju ke Makan Presiden
Pertama kita, Soekarno, di Blitar. Kemudian ke Gunung Bromo, Bayuwangi, Bali,
Raja Ampat, Makasar, Aceh, dan sampailah di Purwakarta kemudian ke Bandung
untuk berkeliling di Jawa Barat, melewati
Garut, Cianjur, hingga Bogor, dan sampailah di Jakarta. I’m so excited!
Bersiap ngintilin torch relay bareng mereka! |
“Sudah sampai Semanggi”,
peringatan itu jelas terdengar dan semakin membuat gaduh, bersahutan dengan
musik, lagu 17an, dan teriak para partisipan yang ikut meramaikan kirab obor
Asian Games 2018. Yang saya lakukan? Ya, ikutan
bikin gaduhlah, haha. Hari itu
mungkin menjadi hari yang tak akan pernah dilupakan oleh Direktur Utama Bank
Mandiri, Bapak Kartika Wirjoatmodjo. Menjadi bagian, orang terpilih, orang yang
beruntung memegang torch yang membawa api abadi tersebut. Oh iya, buat kalian yang belum
tahu, jadi ‘obor kekinian’ yang membawa api abadi namanya torch, yang didesain
khusus dari perpaduan dua budaya kota yang menjadi tuan rumah. Torch merupakan
bagian dari warisan budaya Jakarta (Golok Betawi) dan dipadukan dengan warisan
budaya Palembang (Skin), yaaaa.
Kebahagiaan jelas terlihat,
sepanjang berlari Pak Kartika Wirjoatmodjo atau yang biasa disapa Pak Tiko tak
henti untuk tersenyum, sesekali menyapa, dan tentunya menoleh ketika diminta
para awak media yang meliput. Dan di mana
saya saat itu? Harusnya di belakang rombongannya, namun keramaian sulut
dihindari, akhirnya saya melimpir ke bagian samping rombongan untuk bisa
menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana api tersebut semakin mendekati
garis finisnya, di dalam GBK.
Kartika Wirjoatmodjo |
350 Meter selesai untuk dilalui. Deket banget? Yaiyalah, namanya juga
estafet, kalau jauh namanya lari jarak jauh, haha. Bukan begitu, memang
benar torch relay ini bentuknya estafet, namun di wilayah Jakarta sendiri
memang jaraknya dekat-dekat, tak seperti luar Jakarta, hal ini dikarenakan
memang banyak ‘sponsor’ yang ikut terlibat dalam Pesta Olahraga Terbesar di
Asia ini, dan Bank Mandiri salah satunya, yang mendukung dan sebagai prestige
partner Asian Games 2018 melalui berbagai layana khususnya.
Sedikit terlibat, atau mungkin kalian berpikir saya tak terlibat sama
sekali, haha. Ngintilin torch relay bersama Mandiri adalah salah satu best part dalam hidup saya, tahun 1962
saya belum lahir, dan ajang seperti ini mungkin akan terulang 50 tahun lagi,
dan saya tak tahu umur saya sampai berapa. Lagi
pula, saya bukan Yuni Sarah yang 50
tahun lagi ‘mungkin’ masih sama, lol. Torch relay juga menjadi ajang
pemanasan bagi saya, karena di hari itu juga, 18 Agustus 2018, Opening Ceremony
Asian Games 2018 dilakukan. Bagaimana
keseruannya? Lanjut baca dong!
Akhirnya! Pembukaan Asian Games 2018!!!
Puas mengikuti torch relay, atau yang bisa kalian artikan lelah dan berkeringat disertai kekucelan yang haqiqi tapi seru banget, membuat saya semakin tak sabar menantikan datangnya sore. Saat itu saya setuju, waktu sangat bergulir dengan cepat, 3 jam berlalu begitu saja setelah saya tidur dan mandi. Pukul 4 sore, Gate 5 Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) yang seharusnya menjadi tempat saya masuk ternyata sudah penuh, antriannya panjaaaang, dan memaksa saya untuk menggunakan gerbang lain, pilihannya Gate 6, dan saya merasa beruntung dipindahkan, karena Gate 6 lebih memiliki pemandangan yang bagus, gerbang utama kompleks yang tepat berada di depan Jalan Sudirman.
Waw! Entah berapa kali mata saya ingin berhenti dan berfoto. Namun,
sebagai ruang publik tentunya saya sadar area GBK harus terus dilalui,
kerumunan orang harus terus bergerak, agar tak ‘mendek’ dan bikin gerah
pengunjung lainnya. Ya, meskipun
sesekali, kalau lagi sepi, saya berfoto, hehe. GBK saat ini beda! Bahkan akses menuju GBK dan trotoar sepanjang
jalan Sudirman juga sudah beda sekali, sudah
nyaman untuk pejalan kaki, cantik. Sudah lama saya tak ke GBK, dan semua
berubah, semakin indah dan nyaman, serta pas buat foto-foto. 15 menit berjalan akhirnya
saya sampai di depan Stadion Utama Glora Bung Karno.
Kabar yang saya dapatkan tidak
boleh membawa kamera, tongsis, dan botol minum. Namun ternyata cukup bebas,
kamera saya lolos tapi botol minum benar adanya enggak boleh masuk. Oh iya, dan
paling seru adalah ketika melihat dan mendengar volunteernya, ramah-ramah dan semangat banget! pintar menyebarkan virus semangat sore itu. Sampailah saya di pintu
masuk 10, beberapa langkah lagi saya akan melihat betapa megahnya venue yang belakangan rajin dibicarakan.
Mengusung konsep keindahan alam dan keberagaman kebudayaan Indonesia,
menjadikan pikiran saya semakin liar.
Ada gunung dan air terjun di
dalam GBK! Komentar pertama saya ketika mata ini seakan masuk duluan,
padahal kaki masih tertahan karena masuknya cukup antri. Sampai di tempat
duduk, jujur, memang tak terlalu strategis namun euforianya tetap pada level
tingkat tinggi. Ronal dan Tike yang menjadi MC pada acara tersebut berhasil
menyatukan jutaan pasang mata yang hadir, satu suara, gerakan, hingga semangat
yang luar biasa. Sudah jarang sekali saya
merasakan hal ini. Dan puncaknya
mungkin saat salam itu terdengar, “Assalamualaikum....” serentak para Penari
Ratoh Jaroe membuat Stadion Utama Gelora Bung Karno semakin bersatu
menyambutnya.
5.000 penari berhasil mencuri
mata penonton, bahkan dunia saya rasa. Rasa bangga semakin memuncak, enggak ngerti lagi saya untuk mengelak rasa
bangga menjadi bagian dari Indonesia. Saat itu saya melupakan betapa
kesalnya saya ketika berjalan di trotoar dan harus mengalah sama motor yang
melintas, atau tukang pecel, atau trotoar yang dijadikan lahan parkir, saya
lupa akan kekesalan yang sering saya keluhkan. Yang ada di pikiran saya saat
itu, saya bangga menjadi orang Indonesia.
Acara semakin meriah, dan rasanya
tak ingin cepat berlalu. Aksi Pak Jokowi yang keren berhasil membuat penonton
semakin masuk ke dalam acara. Para penari yangs eakan tak ada lelahnya, bahkan
saat pengenalan para kontingenpun mereka masih tetap menari, semakin semangat,
dan tak kenal lelah. Rasa persaudaraan yang semakin kuat ketika kontingen
Palestina memasuki panggung yang dinilai terbesar untuk ajang sekelas Asian
Games ini, semua berteriak “Palestin! Palestin! Palestin” dan
saya ingat betapa bergegasnya saya menyeka mata ini. Bahkan saat menulis part ini, doa saya untuk mereka juga terucap.
Seperti yang sudah saya pikirkan,
saat kontingen Korea memasuki panggung, teriakan “Oppa, Oppa, Oppa” tak
bisa dihindari! Tapi yang paling menarik adalah, fakta bahwa Asian Games ke 18
ini adalah pertama kalinya, yang berhasil membuat Korea Utara dan Korea Selatan
bersatu, cukup Korea saja pada ajang kali ini. Dan semua kemeriahan itu dibalut
dengan sangat pintar, cantik, menggemaskan, dan tak terlupakan dengan tata
panggung nan memukau yang disertai 12. 775 tanaman yang membuat gunung, 140.000
liter air di air terjun, dan di atas 3.000 M2 bentangan rumput
hijau. Panggung yang menjadi pusat perhatian malam itu dilengkapi dengan
teknologi proyektor dan pencahayaan tercanggih, untuk pembukaan yang pernah
ada.
Via Vallen, Tulus, Raisa, Anggun,
Ariel, GAC, Chakra Khan, dan sederet penyanyi Ibu Kota berhasil membuat penggung
semakin hidup. Tak ada ‘drama ala-ala’ seperti acara-acara TV yang bikin kzl,
cukup rasa bangga yang mengisi hati dan otak saya. Pesta kembang api malam itu
juga tak bisa dilupakan, sulit untuk tak diingat, dan membuat saya merasa
kurang ketika penghias cahaya di langit malam itu berhenti.
Akh! Jujur, saya semakin sulit
menggambarkan betapa menakjubkannya malam itu... mungkin dengan video di bawah
ini kalian bisa tahu dan mengerti apa yang saya rasakan! Happy watching....
*Terima kasih untuk Bank Mandiri
yang sudah mengajak saya torch relay, dan Axa Mandiri yang sudah memberikan
kesempatan dalam hidup saya menjadi saksi kemeriahan Opening Ceremony Pesta
Terbesar Di Asia 2018 ini!*
No comments